BANDUNG (Pelitaindo) – Jawa Barat memiliki dua bandara besar sebagai fasilitas transportasi udara, yakni Bandara Internasional Husein Sastranegara di Kota Bandung dan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati yang terletak di Kabupaten Majalengka.

Bandara Kertajati yang dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 1.800 hektare telah menelan anggaran triliunan rupiah, yang sebagian besar bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat. Bandara ini dikelola oleh BUMD milik Pemprov Jabar, PT Bandara Internasional Jawa Barat (Perseroda), yang berdiri sejak 24 November 2013. Diharapkan, BIJB menjadi pusat transformasi layanan penerbangan di Jawa Barat. Namun, hingga kini harapan tersebut dinilai belum tercapai.

Ketua Presidium CORONG JABAR (Perhimpunan Politisi, Akademisi, Profesional dan Tokoh Jawa Barat), Yusuf Sumpena, SH., SPM., atau yang akrab disapa Kang Iyus, menyampaikan keprihatinannya atas tidak efektifnya operasional BIJB.

“Padahal BIJB sudah masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), tapi ketertarikan maskapai penerbangan sebagai stakeholder sangat minim. Bahkan akses tol Cisumdawu yang sudah tersambung pun belum memberi dampak signifikan terhadap peningkatan trafik penerbangan di sana,” ujar Kang Iyus.

Menurutnya, kegagalan BIJB disebabkan oleh perencanaan yang lemah dan analisis bisnis yang keliru sejak awal. Segmentasi pasar dan penentuan target pengguna dianggap tidak tepat, karena mayoritas pengguna transportasi udara di Jawa Barat justru berasal dari wilayah Bandung Raya.

“Bandung Raya merupakan pusat aktivitas ekonomi dan bisnis. Secara geografis dan efisiensi, masyarakat lebih memilih Bandara Husein Sastranegara, bahkan ada yang ke Bandara Soekarno-Hatta dan Halim, karena tersedia fasilitas transportasi langsung ke sana. Sedangkan ke Kertajati, akses transportasi umum sangat terbatas,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika melihat letak geografis, positioning BIJB lebih cocok melayani wilayah Cirebon, Indramayu, Kuningan, Brebes, hingga Tegal. Namun dari sisi jumlah dan intensitas penggunaan moda udara, wilayah tersebut masih tergolong rendah.

“Saya kira ini murni kesalahan strategi bisnis. BIJB belum memiliki strong point dan selling point yang menarik bagi maskapai maupun pengguna jasa penerbangan,” katanya.

Lebih lanjut, Kang Iyus menyarankan agar kajian ulang terhadap konsep Aero City dan pengembangan BIJB dilakukan secara profesional dan melibatkan konsultan yang benar-benar kompeten. Selain itu, perlu adanya regulasi pendukung dari Pemprov Jabar maupun pemerintah pusat.

“Evaluasi ini harus serius. Kalau tidak, saya sepakat dengan pernyataan Wali Kota Bandung Kang Farhan bahwa sebaiknya operasional penerbangan untuk masyarakat Jawa Barat difokuskan ke Bandara Husein Sastranegara saja yang sudah terbukti profesional,” tegasnya.

Sementara untuk BIJB, menurutnya lebih baik difungsikan sebagai pusat hanggar untuk perawatan dan pemeliharaan pesawat milik TNI, Polri, maupun swasta, serta digunakan khusus untuk layanan penerbangan haji dan umrah.

“Daripada biaya operasionalnya terus membengkak tanpa hasil, lebih baik dialihkan untuk kepentingan masyarakat yang lebih mendesak,” pungkas Kang Iyus. (Red/Nas)

www.youtube.com/@anas-aswaja

Artikel BIJB Kertajati Dinilai Gagal, Kang Iyus: Lebih Baik Jadi Hanggar dan Bandara Umrah-Haji pertama kali tampil pada pelitaindonews.