Pemalsuan dokumen merujuk pada tindakan ilegal yang dilakukan dengan menciptakan atau mengubah suatu dokumen dengan maksud menipu pihak lain. Dalam konteks hukum pidana Indonesia, pemalsuan dokumen diatur secara ketat untuk melindungi kepentingan umum dan memastikan keabsahan berbagai dokumen. Objek pemalsuan dapat berupa dokumen resmi, identitas, maupun kontrak.
Pemalsuan dokumen dikategorikan sebagai tindak pidana pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 263 hingga Pasal 276 KUHP lama, yang masih berlaku saat ini. Selain itu, pemalsuan dokumen juga diatur dalam Pasal 391 hingga Pasal 400 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru, yang akan diberlakukan mulai tahun 2026.
Definisi Dokumen dan Pemalsuan Surat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dokumen adalah surat tertulis atau tercetak yang dapat digunakan sebagai bukti keterangan, seperti akta kelahiran, surat nikah, dan surat perjanjian.
Tindak pidana pemalsuan surat merupakan kejahatan yang mengandung unsur ketidakbenaran atau kepalsuan terhadap suatu objek yang tampak sah tetapi bertentangan dengan kenyataan.
Dasar Hukum Pemalsuan Dokumen
Pasal 263 KUHP
- Barang siapa membuat atau memalsukan surat yang menimbulkan hak, perikatan, atau pembebasan utang, atau yang digunakan sebagai bukti, dengan maksud menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun jika penggunaan surat tersebut menimbulkan kerugian.
- Ancaman pidana yang sama berlaku bagi siapa saja yang dengan sengaja menggunakan surat palsu seolah-olah asli jika menimbulkan kerugian.
Pasal 264 KUHP
- Pemalsuan surat diancam pidana penjara paling lama delapan tahun jika dilakukan terhadap:
- Akta otentik;
- Surat utang atau sertifikat utang negara atau lembaga umum;
- Surat saham atau sertifikat saham perusahaan;
- Talon, tanda bukti dividen, atau bunga surat di atas;
- Surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan.
- Ancaman pidana yang sama berlaku bagi siapa saja yang dengan sengaja menggunakan surat palsu tersebut seolah-olah asli jika menimbulkan kerugian.
Unsur-Unsur Pemalsuan Dokumen
Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, istilah “surat” mencakup semua bentuk tulisan, baik tulisan tangan, cetak, maupun ketikan.
Surat yang dipalsukan harus memenuhi salah satu kriteria berikut:
- Surat yang menimbulkan hak, seperti ijazah, tiket masuk, atau sertifikat saham.
- Surat yang menerbitkan suatu perjanjian, seperti kontrak utang, jual beli, atau sewa.
- Surat yang membebaskan utang, seperti kuitansi.
- Surat yang memberikan keterangan peristiwa, seperti akta kelahiran atau buku tabungan.
Unsur-unsur tindak pidana pemalsuan dokumen meliputi:
- Memalsukan surat dengan maksud digunakan atau menyuruh orang lain menggunakannya seolah-olah asli.
- Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian.
- Tidak hanya pelaku pemalsuan, tetapi juga pengguna surat palsu dapat dihukum.
- Surat dianggap “dipergunakan” jika telah diserahkan kepada pihak berkepentingan.
Bentuk-Bentuk Pemalsuan Dokumen
Menurut R. Soesilo, bentuk-bentuk pemalsuan dokumen antara lain:
- Membuat surat palsu: Menyusun isi surat yang tidak sesuai dengan kenyataan.
- Memalsukan surat: Mengubah isi surat sehingga berbeda dari aslinya, misalnya dengan mengurangi, menambah, atau mengedit bagian tertentu.
- Memalsukan tanda tangan: Termasuk dalam tindakan pemalsuan dokumen.
- Menempelkan foto orang lain: Contohnya dalam ijazah atau dokumen identitas.
Selain itu, pemalsuan dokumen juga mencakup:
- Penyimpanan bahan atau benda untuk pemalsuan (Pasal 275 KUHP).
- Penyertaan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266 KUHP).
- Pemalsuan surat keterangan medis oleh dokter (Pasal 267 dan 268 KUHP).
- Pemalsuan surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, atau kemiskinan (Pasal 269 KUHP).
- Pemalsuan pas jalan atau izin tinggal (Pasal 270 KUHP).
- Pemalsuan surat pengantar untuk hewan ternak (Pasal 271 KUHP).
- Pemalsuan surat keterangan hak milik atau hak lainnya (Pasal 274 KUHP).
Contoh Kasus Pemalsuan Dokumen
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1382 K/PID/2016, terdakwa mengubah ex. Persil 92 dari atas nama Samsu menjadi atas nama Sukon. Tindakan ini dikategorikan sebagai pemalsuan surat/akta otentik sesuai Pasal 263 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mahkamah Agung menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.
Kesimpulan
Pemalsuan dokumen merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP lama maupun KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2026. Bentuk pemalsuan sangat beragam, mulai dari pemalsuan tanda tangan hingga penyertaan informasi palsu dalam akta otentik. Pelaku pemalsuan maupun pihak yang dengan sengaja menggunakan dokumen palsu dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP;
- Putusan Mahkamah Agung Nomor 1382 K/PID/2016.
Oleh: Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M., Advokat Spesialis Kasus Tanah di Bandung dan Jawa Barat (Alumni Fisika ITB, Ilmu Pemerintahan UT, Ilmu Hukum UT, Magister Hukum UNINUS, Magister Manajemen STIE, Kandidat Doktor Hukum UNLA).
The post Unsur-Unsur dan Bentuk Pemalsuan Dokumen appeared first on MediaSakti.